Jumat, 20 Juli 2012

Bagaimana mengembangkan cara Analisis dan Prediksi terhadap Dinamika Pertumbuhan Ekonomi dan Bisnis (industri, Konstruksi, Jasa, dll) serta bagaimana menyelaraskan Kebijakan Ekonomi – Moneter untuk memperbaiki Penurunan Ekonomi


Oleh : Edmond F. La’lang (Pengamat Ekonomi dan Lingkungan Hidup)
 
        Tapi menurut Robert E. Lucas (1976), dalam meramalkan perekonomian, hendaknya para ekonom menekankan pada isu bagaimana masyarakat membentuk ekspektasi tentang masa depan. Ekspektasi memainkan penting dalam perekonomian. Sebab ekspektasi mempengaruhi semua bentuk perilaku ekonomi.

 Menurut pendapat kami, ekspektasi adalah sebuah harapan dan persepsi yang baik di masa depan yang dapat diukur secara kualitatif, seperti indeks kepercayaan konsumen & pebisnis, needs and wants konsumen. Tetapi hal ini belumlah cukup untuk memahami secara real dan bersifat jangka panjang,  karena  belum memasukkan kondisi biologis (bioritmik dan kesehatan), biofisika, bio-kimia, psikologi, sosial dan lingkungan hidup yang akan mempengaruhi intensitas dan kualitas perilaku ekonomi. Untuk itu ilmu ekonomi perlu memasukkan semua unsur kompleksitas manusia dalam setiap perhitungan prediksinya, sehingga akan  membentuk “ilmu ekonomi holistik” yang lebih kompleks agar dapat menjawab semua dinamika manusia yang sangat kompleks, termasuk dinamika homo economicus secara makro nasional, regional dan global. Seperti berbagai jenis obat kedokteran yang selama ini memakai bahan kimiawi yang sering memberikan “side effects” yang merugikan pasien, dimana pada abad biologi ini akan ditemukan berbagai jenis obat natural (real herbal) dengan komposisi senyawa bio-kimiawi kompleks untuk menyembuhkan bahkan mencegah terjadinya berbagai penyakit, demikian juga ilmu ekonomi linier ini justru seringkali kebijakannya tidak memberikan efek penyembuhan ekonomi secara benar dan total (trickle down effect, ekonomi pembangunan, kebijakan fiskal dan moneter), tetapi justru makin membuat kondisi ekonomi, termasuk kemiskinan, jurang kaya dan miskin serta pengangguran yang makin banyak dan parah. 

Selama ini kita hanya menyalahkan kapitalisme, globalisasi, perdagangan bebas, proteksionisme, tapi sebenarnya “root cause”nya adalah ketidakmampuan ilmu ekonomi mengelola perekonomian dunia secara baik dan benar, termasuk berbagai prediksi dan asumsi yang selalu meleset dan selalu direvisi berkali-kali. Jadi makin kompleks suatu metoda maka makin cermat, akurat dan cepat dapat menyembuhkan suatu masalah (problem solving) yang akhirnya menuju suatu sistim preventif dengan early warning economic system, sehingga para ekonom dapat menghindarkan terjadinya suatu turbulensi, gejolak dan kepanikan homo economicus menuju kondisi krisis ekonomi. Dan menurut ramalan Prof. Smith (MIT) bahwa pada 2020 – 2030, dunia sudah makin lebih cepat bergerak dan antisipatif jika memakai ilmu biologi sebagai pondasi dari semua ilmu karena pada abad XXI ini adalah “Abad Biologi” dimana manusia tidak harus selalu pasrah pada suatu krisis dengan problem solving yang memakan biaya tinggi (bayar mahal konsultan bisnis dan ekonomi), kerugian akibat krisis dan korban akibat bencana alam serta krisis ekonomi, sosial dan politik secara lokal, nasional, regional dan global, dimana akan banyak profesi (guru, dokter, pialang, dan lain-lain.) dan beberapa ilmu akan  hilang  atau merger dengan ilmu-ilmu lainnya, termasuk ilmu ekonomi, matematika dan statistika.

         Meski perekonomian Indonesia menunjukkan tanda-tanda perlambatan, hendaknya ini tidak membuat kita pesimistis. Ada beberapa indikator yang menujukkan ketahanan ekonomi nasional cukup baik. Salah satunya, neraca transaksi berjalan masih surplus, kendati angkanya terus menyusut. Data terakhir BPS juga menujukkan membaiknya neraca perdagangan biarpun ekspor Februari 2009 turun 32,86 % (yoy) dan turun 34,52 % dibandingkan Januari 2009. Perbankan juga relatif solid, dengan semua indikator kesehatan perbankan (ROA, ROE, NIM dan CAR) di atas rata-rata negara tetangga.

Memang Indonesia tidak akan mengalami dampak langsung dari tsunami finansil, kecuali pada pasar saham dan uang serta sektor ekspor (demand menurun) dan import (pelemahan Rupiah). Neraca perdagangan setelah April nanti akan cenderung menurun terus sesuai tingkat demand global terhadap ekspor Indonesia. Perbankan memang relative stabil, karena rendahnya exposure terhadap produk derivatif sub-prime mortages (hanya pada beberapa bank dan institusi keuangan lainnya). Tetapi yang harus diwaspadai ke depan adalah outstanding kredit sector riil, khususnya industri pengekspor yang akan sulit membayar hutangnya oleh anjloknya ekspor mereka, penurunan daya beli karena PHK di sektor industry yang akan sulit mencicil bahkan default semua kredit konsumsinya. Belum lama ini telah ada korban baru yaitu Bank IFI, selain Bank Century yang telah dilikuidasi BI dan menurut kami jika perbankan tidak hati-hati, khususnya bank kecil dan menengah serta mungkin juga bank besar (tidak mempan pemeo too big too fail, seperti beberapa bank besar dunia Lehman Brothers, Merril Lynch, Goldmansach, Citibank, dll) akan mengalami kerugian besar dan bahkan bangkrut jika tidak melakukan berbagai upaya prudential banking, penerapan manajemen risiko serta kredit konsumsi tanpa underlying asset dan income yang memadai secara terencana dan terkendali dengan baik pada kelompok kecil menengah bawah yang rentan terhadap gejolak dan krisis ekonomi.

Momentum mengakselerasi

         Optimisme juga terpancar dari kalangan konsumen. Hasil survey konsumen oleh Danareksa Research Institute memperlihatkan, Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK) Maret 2009 naik 5,9 %. Pada Februari lalu, IKK juga naik, tapi hanya sebesar 2,6 %. Meskipun masih di bawah level optimistis, IKK sebesar 87,8 poin merupakan angka ter- tinggi dalam dua tahun terakhir (KONTAN, 3/4).

          Ekspektasi masyarakat yang membaik tersebut tentunya jangan membuat para pengambil keputusan berleha-leha. Kondisi tersebut justru harus mereka jadikan momen- tum untuk mengakselerasi berbagai pelaksanaan program pembangunan, antara lain percepatan  realisasi  stimulus  fiskal – terutama  stimulus  di  sektor  infrastruktur. Nilai stimulus untuk proyek infrastruktur dialokasikan Rp. 12,2 Trilyun. Tadinya, dana ini bakal mulai dicairkan pada 18 Maret lalu, tapi tidak berjalan mulus karena terhambat dalam pembentukan daftar isian pelaksanaan anggaran (DIPA). Kelima departemen yang DIPA-nya masih macet adalah Departemen Perhubungan yang mendapat jatah tambahan anggaran Rp. 2,19 Trilyun, Departemen Kelautan dan Perikanan (Rp. 100 miliar), Departemen Pertanian (Rp. 650 miliar), Departemen Perdagangan (Rp. 215 miliar), serta Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Rp. 300 miliar).
          Padahal bila realisasi stimulus infrastruktur berjalan mulus, itu dapat menciptakan multiplier effect bagi perekonomian. Dengan begitu, hal ini akan membentuk ekspektasi positif bagi masyarakat. Karena itu, para pengambil kebijakan perlu memiliki sense of urgency, sehingga dapat bekerja cepat dalam merealisasikan proyek stimulus infrastruktur.

          Menurut kami, dengan naiknya Indeks Kepercayaan Konsumen dengan data pe- ngambilan sampel yang random dan uji statistika, belumlah merupakan kondisi riil dari ekspektasi dan antusiasme masyarakat terhadap kondisi ekonomi ke depannya. Karena IKK ini juga akan mengikuti alunan fluktuasi perkembangan dinamika ekonomi yang ada di masyarakat. Seringkali kita terjebak oleh symptom atau gejala sesaat yang justru meru- pakan isyarat reversible bahwa kondisi ekonomi belum membaik bahkan cenderung turun terus. Hal ini terlihat jelas pada pergerakan IHSG, Rupiah, Komoditi yang kadangkala kita tertipu oleh persepsi, padahal riilnya adalah naik untuk turun atau turun untuk naik.
Percepatan cair dan implementasi stimulus ekonomi, utamanya infrastruktur tidak akan berdampak langsung hingga akhir kwartal II dan mulai terasa pada kwartal III – IV  yaitu Agustus hingga Desember 2009, mirip pelaksanaan berbagai anggaran APBN selama ini.

Stimulus ekonomi ini hanyalah berdampak sesaat saja dan magnitudenya tidak terlalu besar dirasakan, khususnya oleh masyarakat menengah ke bawah, dimana stimulus infrastruktur yang dapat menampung tenaga kerja hanyalah sebesar Rp. 12,5 Triyun. Sisanya malah diperuntukkan bagi pemotongan pajak di industri dan departemen yang rawan penyelewengan dan korupsi, sehingga tidak berdampak terlalu signifikan. Menurut kami, stimulus sebesar Rp. 87 Trilyun adalah masih kurang dan perlu ditambah menjadi Rp. 150 – 200 Trilyun, khususnya bagi infrastruktur, UKM dan daya beli masyarakat. AS saja dengan stimulus US$ 1 Trilyun (Rp. 11. 000 Trilyun), belum memberikan efek ber- arti di perbankan, industri, properti dan masyarakat, kecuali di bursa saham dan komoditi dengan ekspektasi bahwa stimulus dapat berjalan baik untuk menggairahkan ekonomi. Tetapi apakah ekspektasi di bursa saham dan komoditi dapat diikuti oleh ekspektasi di sektor riil dan konsumsi masyarakat serta benar-benar dapat memicu pertumbuhan dan aktivitas ekonomi secara nyata, tentulah kita sebaiknya “wait and see” kinerja Obama serta terlalu dini untuk mengatakan bahwa ekonomi AS berada di jalur berkelanjutan.
 Catatan Kaki :

         Fluktuasi jangka pendek (harian dan mingguan) akan terjadi secara alamiah yang dipengaruhi oleh kondisi mental, gairah, selera, motivasi dari psikologi massa global untuk mengambil posisi perdagangan dalam sebuah pasar yang padat dan sering bersifat chaos. Jika ada data atau berita yang sangat fundamental dari kondisi ekonomi, bisnis dan politik, pergerakan fluktuasi grafik harganya akan terjadi secara dinamis dan bergejolak baik meroket maupun jatuh bebas yang melebihi dari peramalan hariannya.  Tetapi secara jangka menengah dan panjang bagi investasi akan dipengaruhi secara dinamis oleh biosiklus dan bioritmik dari hukum dan kekuatan alamiah yang selalu bergerak dinamis naik dan turun. Jadi anda bukan saja harus berglobalisasi dengan sistim internet tapi juga sekarang seharusnya mempunyai visi dengan cara *Galaxisasi dengan Galaxinet* (Astronomis). 
         Dimana kita dapat mengetahui alunan dan kondisi Alam Semesta Raya ini dalam jangka pendek (10 tahun), jangka menengah 50 tahun maupun jangka panjang 100 - 200 tahun) yang akan juga secara nyata dalam sebuah "Kepastian Hidup (certainty) dan bukannya Ketidakpastian (uncertainty)" yang selalu dikeluhkan banyak pihak, termasuk para pemimpin pembuat kebijakan negara, para pemimpin kebijakan bisnisnya (pengusaha industri dan pedagang) maupun para pakar di berbagai bidang kehidupan. Pengaruh Kekuatan dan Hukum Galaxi (Alam Semesta Raya) ini pasti akan selalu mempengaruhi pada setiap aspek kehidupan kita di atas planet bumi ini, baik disadari maupun tidak disadari untuk diantisipasi dengan baik dan benar.
Anda dapat melihat Prediksi Bulanan dan Mingguan  di Pasar Forex, Indeks Dunia dan Komoditi 
Kontak :

Edmond F. La'lang
Email  :   edmond.lalang@gmail.com
Telp.    :  +62031-3538606
HP         :   +62081-553080521 
Linkedin : 
http://www.linkedin.com/home?trk=hb_tab_home_topKontak :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar