Kamis, 22 Maret 2012

Kebijakan Moneter - Fiskal dan Implikasinya dalam Mengantisipasi dan Meredam Krisis Ekonomi 1997 – 1998

Oleh : Edmond F. La’lang (pemerhati ekonomi dan lingkungan hidup)

           Hal yang akan dilakukan dalam kebijakan ekonomi untuk mengantisipasi dan meredam terjadinya krisis yang makin berat dan mendalam pada tahun 1997/1998 adalah dengan beberapa alternative yaitu menutup kembali keterbukaan itu dengan cara Kontrol Devisa, Fix Rate (Peg to USD), Manage Floating Rate bahkan Currency Board System (CBS) di pasar valas dan saham serta proteksi ketat terhadap berbagai produk dari luar. Dengan saran IMF adalah dengan menaikkan SBI hingga 70 %, pengetatan fiskal, mengurangi subsidi dan melikuidasi sejumlah bank dengan CAR minus.  Semestinya para ekonom memang harus memakai ilmu psiko-sosial untuk meredam gejolak dan bukan hanya semata memakai teori ekonomi dan moneter yang sebenarnya tidak terlalu manjur. Dan, meski kelihatannya sangat berat, salah arah, merusak perbankan dan bersifat shock therapy untuk memperkuat Rupiah dan mengendalikan import inflation. Tetapi secara ekonomi jangka panjang, sebenarnya adalah agar kita dapat mampu kembali bangkit meski telah banyak mengorbankan bank dan perusahaan yang bangkrut serta naiknya tingkat pengangguran dan kemiskinan. tetapi itulah yang harus kita bayar dan lakukan atas semua kinerja kita yang kurang professional dan prudent dalam mengelola utang negara dan bisnis.

             Dan hasilnya kita terlihat mulai benar-benar sehat, kuat dan bangkit kembali. Selama ini kita dapat mengandaikan bahwa selama ini kapal Indonesia hanya berlayar pada sebuah aliran sungai yang terttutup dan tenang tanpa adanya angin kencang dan gelombang besar. Gelombang besar dan angin kencang ini mulai mengombang-ambingkan kapal Indonesia di dekat Laut Cina Selatan, di Laut Arafura dan Laut Morotai yang membuat penumpang Indonesia panik, dimana banyak orang berusaha menyelamatkan diri dan akhirnya mengirim SOS ke IMF.  Banyak penumpang dalam kepanikan ini ternyata mengambil kesempatan di dalam kesempitan. Jadi agar kita dapat survive terhadap semua gejolak eksternal pada era globalisasi ini adalah dengan bervisi, berpikir, berkonsep dan berperilaku biologis yang kompleks untuk memecahkan berbagai masalah kompleks terhadap kondisi internal dan eksternal. Kejutan ini dapat berupa munculnya ketidakpercayaan investor global terhadap kondisi manajemen dan perilaku bisnis serta pemerintahan yang tidak sesuai lagi dengan prinsip-prinsip ekonomi-bisnis maupun manajemen administrasi (Good Corporate Governance dan Clean Government) yang menimbulkan banyaknya moral hazard, fraud dan adanya mismanajemen lainnya maupun kejutan teknologi berbagai jenis produk barang, jasa dan budaya. Nah pada saat muncul krisis moneter dan ekonomi berupa krisis kepercayaan terhadap pengelolaan bisnis, ekonomi dan pemerintahan, maka investor asing di pasar uang, saham dan sektor riil beramai-ramai meninggalkan negara tersebut dalam bentuk melepas posisi mata uangnya dengan hard currency, panic selling di pasar modal, menarik semua rekening giro dan deposito di perbankan dan surat-surat berharga serta menutup pabriknya yang ujungnya “Capital Flight” besar-besaran. Inilah yang kita kenal sebagai “Krisis yang Berdampak Sistemik”, dimana hampir semua institusi bisnis finansil dan riil akan terkena dampak yang besar dan berat, sehingga sistim ekonomi, bisnis dan finansil akan mengalami kontraksi berat yang menyebabkan gejolak dan krisis parah serta menyebabkan pertumbuhan ekonomi menjadi negatif.

            Hal ini juga terlihat pada saat Jepang mengalami krisis dan deflasi jangka panjang dan juga pada 2007/2008 di USA dan Eropa (kasus Yunani yang hampir bangkrut). Hanya saja negara-negara maju tidak memanfaatkan jasa IMF dalam berutang, tetapi menerbitkan sejumlah surat utang negara dalam berbagai bentuk untuk melakukan paket bailout dan stimulus, sehingga menjadi beban negara yang berat dan harus ditanggung oleh generasi berikutnya, seperti kasus BLBI sebesar Rp. 650 Trilyun. Jadi marilah kita mengelola keuangan negara dan perusahaan secara lebih sehat sesuai struktur permodalan yang kuat dengan manajemen ekonomi-bisnis yang sehat, kreatif, innovatif, efisien dan efektif dalam memajukan negara maupun perusahaan agar tidak terjadi moral hazard, fraud, ketidaktahuan, kecerobohan, kelalaian dan keserakahan dalam mengelola ekonomi dan keuangan negara dan bisnis. Janganlah ingin cepat besar, tetapi penuh lemak yang tambun, lamban dan tidak sehat yang menghasilkan rendahnya daya saing, kerapuhan struktur keuangan dan kinerja ekonomi yang buruk serta kerentanan terhadap gejolak ekonomi internal dan eksternal. Inilah yang semestinya menjadi benchmark fundamental ekonomi dan bukan semata indikator makro ekonomi yang sering membuat perencana ekonomi makin pede dan akhirnya banyak berutang dengan hanya berdasarkan ratio DSR dan ratio Defisit APBN terhadap PDB yang sebenarnya tak tepat.

            Hutang semestinya didasarkan pada prospektif ekonomi dari kinerja ekonomi riil dan bukan dari gelembung di pasar finansil, apalagi dengan melindungi hal yang rapuh ini pada asuransi hedging yaitu Credit Default Swap (CDS) yang justru spekulatif dan beresiko tinggi, mirip kasus subprime mortgages dan Yunani yang kemudian diderivativekan lagi beberapa tingkatan membentuk bangunan raksasa, tetapi dengan fundamental yang sangat rapuh (fragile underlying sectoral economy). Walhasil jika sektor dan negaranya tak mampu membayar (default), maka akan terjadi gejolak kepercayaan yang menyebabkan terjadinya capital outflow dengan menjual semua surat berharga CDS dan derivativenya dan terjadilah catastrophic. Otomatis, perusahaan dan negara tersebut harus memberikan imbal hasil (yield) yang lebih tinggi agar pasar dapat membeli dan akhirnya makin tercekik dengan hutang yang makin menggunung. Hal ini juga kemungkinan akan dialami oleh Amerika dengan hutang raksasa di kemudian hari, apalagi kondisi ekonomi yang masih rapuh serta kekalahan persaingannya dengan China di perekonomian global.

           Perencana dan pengamat ekonomi seringkali tidak dapat melihat secara insight dan visioner adanya kemungkinan kejutan eksternal terhadap suatu negara, dimana pelaku ekonomi dan pemerintah tidak mampu mengelola perusahaan dan negaranya dengan baik dan benar agar menghasilkan sesuatu hasil (trickle down effect), value added dan multiflier effect berupa meningkatnya kesejahteraan masyarakatnya secara kontinyu. Tetapi justru  hanya menguntungkan segelintir orang saja di dunia bisnis dan pemerintahan, berupa maraknya tingkat KKN ke seluruh sistim ekonomi dan pemerintahan, ekonomi rente, mark-up bisnis dan proyek, manipulasi dan white collar crime perbankan, monopoli perusahaan swasta dan BUMN.  Tetapi hal yang paling utama dan krusial adalah kurangnya daya visioner, kurangnya profesionalisme dan ketidakmampuan dalam mengelola utang swasta dan negara dengan struktur permodalan yang sangat timpang dengan range modal hanya 5 – 20 % dengan porsi utang 80 – 95 % serta manajemen risiko kredit dan bisnis serta manajemen krisis yang kurang dapat diandalkan untuk meredam makin menghebatnya turbulensi dan krisis ekonomi.

 Catatan Kaki :

         Fluktuasi jangka pendek (harian dan mingguan) akan terjadi secara alamiah yang dipengaruhi oleh kondisi mental, gairah, selera, motivasi dari psikologi massa global untuk mengambil posisi perdagangan dalam sebuah pasar yang padat dan sering bersifat chaos. Jika ada data atau berita yang sangat fundamental dari kondisi ekonomi, bisnis dan politik, pergerakan fluktuasi grafik harganya akan terjadi secara dinamis dan bergejolak baik meroket maupun jatuh bebas yang melebihi dari peramalan hariannya.  Tetapi secara jangka menengah dan panjang bagi investasi akan dipengaruhi secara dinamis oleh biosiklus dan bioritmik dari hukum dan kekuatan alamiah yang selalu bergerak dinamis naik dan turun. Jadi anda bukan saja harus berglobalisasi dengan sistim internet tapi juga sekarang seharusnya mempunyai visi dengan cara *Galaxisasi dengan Galaxinet* (Astronomis). 
         Dimana kita dapat mengetahui alunan dan kondisi Alam Semesta Raya ini dalam jangka pendek (10 tahun), jangka menengah 50 tahun maupun jangka panjang 100 - 200 tahun) yang akan juga secara nyata dalam sebuah "Kepastian Hidup (certainty) dan bukannya Ketidakpastian (uncertainty)" yang selalu dikeluhkan banyak pihak, termasuk para pemimpin pembuat kebijakan negara, para pemimpin kebijakan bisnisnya (pengusaha industri dan pedagang) maupun para pakar di berbagai bidang kehidupan. Pengaruh Kekuatan dan Hukum Galaxi (Alam Semesta Raya) ini pasti akan selalu mempengaruhi pada setiap aspek kehidupan kita di atas planet bumi ini, baik disadari maupun tidak disadari untuk diantisipasi dengan baik dan benar.

Anda dapat melihat Prediksi Bulanan dan Mingguan 
di Pasar Forex, Indeks Dunia dan Komoditi 


Kontak :

Edmond F. La'lang
Email  :   edmond.lalang@gmail.com
Telp.    :  +62031-3538606
HP         :   +620838-49705857 
Linkedin : 
http://www.linkedin.com/home?trk=hb_tab_home_topKontak :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar